Minggu, 16 Maret 2014

ANALOGI


1PENGERTIAN ANALOGI
Analogi dalam bahasa Indonesia ialah “kias” (arab:qasa:mengukur, membandingkan).
Berbicara tentang analogi adalah berbicara tentang dua hal yang berlainan, yang satu dengan yang lain. Dalam mengadakan perbandingan orang mencari kesamaan dan perbedaan di antara hal-hal yang diperbandingkan.
Contoh:
Kalau lembu dibandingkan dengan kerbau, maka kedua-duanya adalah binatang, akan tetapi yang satu berbeda dengan yang lain mengenai besarnya, warnanya, dan sebagainya. Kalau dalam perbandingan itu orang hanya memperhatikan persamaannya saja, tanpa melihat perbedaannya maka timbullah analogi, persamaan dua hal yang berbeda.
Mundiri mengatakan analogi kadang-kadang disebut juga analogi induktif yaitu proses penalaran dari satu fenomena menuju fenomena lain yang sejenis kemudian disimpulkan bahwa apa yang terjadi pada fenomena yang pertama akan terjadi juga pada fenomena yang lain; demikian pengertian analogi jika kita hendak memformulasikan dalam satuan batas.Dengan demikian dalam setiap tindakan penyimpulan analogik terdapat tiga unsur yaitu: peristiwa pokok yang menjadi dasar analogi, persamaan prinsipal yang menjadi pengikat, dan fenomena yang hendak kita analogikan.
Contoh:
Jika kita membeli sepasang sepatu (peristiwa) dan kita berkeyakinan bahwa sepatu itu akan enak dan awet dipakai (fenomena yang dianalogikan), karena sepatu yang dulu dibeli di toko yang sama (persamaan prinsip) awet dan enak dipakai maka penyimpulan serupa adalah penalaran analogi. Begitu pula  jika kita berkeyakinan bahwa buku yang baru saja kita beli adalah buku yang menarik karena kita pernah membeli buku dari pengarang yang sama yang ternyata menarik.
Contoh lain dari penyimpulan analogi adalah:
Kita mengetahui betapa kemiripan yang terdapat  antara bumi yang kita tempati ini dengan planet-planet lain, seperti Saturnus, Mars, Yupiter, Venus, dan Mercurius. Planet-planet ini kesemuanya mengelilingi matahari sebagaimana bumi, meskipun dalam jarak dan waktu yang berbeda, semuanya meminjam sinar matahari, sebagaimana bumi. Planet-planet itu berputar pada porosnya sebagaimana bumi, sehingga padanya juga berlaku pergantian siang dan malam. Sebagiannya mempunyai bulan yang memberikan sinar manakala matahari tidak muncul dan bulan-bulan ini meminjam sinar matahari sebagaimana bulan pada bumi. Mereka semua sama,merupakan subyek dari hukum gravitasi sebagaimana bumi. Atas dasar persamaan yang sangat dekat antara bumi dengan planet-planet tersebut maka kita tidak salah menyimpulkan bahwa kemungkinan besar planet-planet tersebut dihuni oleh berbagai jenis makhluk hidup. 

2. MACAM-MACAM ANALOGI
Disini analogi dibagi menjadi dua macam yaitu analogi induktif dan analogi deklaratif.
1.    Analogi Induktif
Analogi Induktif adalah analogi yang disusun berdasarkan persamaan prinsipal yang ada pada dua fenomena, kemudian ditarik kesimpulan bahwa apa yang ada pada fenomena pertama terjadi juga pada fenomena kedua. Bentuk argumen ini sebagaimana generalisasi tidak pernah menghasilkan kebenaran mutlak.
Contoh:
Tina adalah seorang tamatan fakultas ekonomi oxford university, ia telah memberikan prestasi yang luar biasa pada perusahaan tempat ia bekerja dengan cara mengajukan usulan mengenai pemecahan kesulitan yang di hadapi perusahaannya. Pada waktu penerimaan pegawai baru, direktur perusahaan langsung menerima Rina karena Rina tamatan yang sama dengan Tina, maka pasti ia akan memiliki kecerdasan dan kualitas yang lebih atau sekurang-kurangnya sama dengan Tina.
Pada dasarnya analogi induktif adalah suatu cara menyimpulkan yang menolong kita memanfaatkan pengalaman, kita berangkat dari suatu barang yang khusus, yang kita ketahui, menuju barang yang serupa dalam hal pokok. Tetapi juga terdapat kekeliruan besar, yakni dalam memperbandingkan bisa jadi tidak memperhatikan adanya beberapa perbedaan yang penting, sehingga dalam praktek hasilnya berbeda dengan hasil yang dicapai melalui proses pemikiran tersebut. Guna menguji sah tidaknya persamaan dan kesimpulan semacam itu, pertama-tama harus kita singkirkan hal-hal sekadar bersifat menjelaskan dan memilih hal-hal yang memang merupakan dasar pemikiran. Bilamana yang terdapat hanya persamaan yang dangkal atau sekedar persamaan kebetulan yang terdapat di antara keduanya, dan apabila perbandingan mereka sekedar untuk maksud menjelaskan maka kita tidak dapat membuat suatu kesimpulan.
2.    Analogi Deklaratif
Analogi disamping fungsi utamanya sebagai cara berargumentasi, sering dipakai dalam bentuk non-argumen, yaitu sebagai penjelas. Analogi ini disebut analogi deklaratif atau analogi penjelas.
Analogi Deklaratif merupakan metode untuk menjelaskan atau menegaskan sesuatu yang belum dikenal atau masih samar, dengan sesuatu yang sudah dikenal. Sejak zaman dahulu analog deklaratif merupakan cara yang amat bermanfaat untuk menjelaskan masalah yang hendak diterangkan. Para penulis dapat dengan tepat mengemukakan isi hatinya dalam menekankan pengertian sesuatu.
Contoh 1:
Ilmu pengetahuan itu dibangun oleh fakta-fakta sebagaimana rumah itu dibangun oleh batu-batu. Tetapi tidak semua kumpulan pengetahuan itu ilmu, sebagaimana tidak semua tumpukan batu adalah rumah.
Otak itu menciptakan pikiran sebagaimana buah ginjal mengeluarkan air seni.
Di sini orang hendak menjelaskan struktur ilmu yang masih asing bagi pendengar dengan struktur rumah yang sudah begitu dikenal. Begitu pula penjelasan tentang hubungan antara pikiran dan otak yang masih samar dijelaskan dengan hubungan antara buah ginjal dengan air seni.

Contoh 2:
Para pejuang wanita memutuskan untuk menguji apakah undang-undang perkawinan itu menguntungkan kedudukan wanita. Ternyata semakin jelas bahwa undang-undang perkawinan itu tidak ubahnya undang-undang perbudakan yang dikatakan sebagai pelindung hak-hak orang-orang hitam; padahal kata ‘pelindung hak’ tidak ubahnya adalah penindasan terselubung.
Di sini penulis hendak menegaskan bahwa undang-undang perkawinan merupakan penindasan terselubung, sebagaimana undang-undang perbudakan. Orang masih samar bahwa undang-undang perkawinan itu sebenarnya merupakan penindasan. Untuk itu para pejuang wanita (di negara Barat) menegaskan bahwa undang-undang perkawinan itu sama liciknya dengan undang-undang perbudakan yang telah diketahui secara luas bahwa hal itu merupakan penindasan terselubung. 

3. CARA MENILAI ANALOGI
Sebagaimana generalisasi, keterpercayaannya tergantung kepada terpenuhi tidaknya alat-alat ukur yang telah kita ketahui, maka demikian pula analogi.  Untuk menukur darajat keterpercayaan sebuah analogi dapat diketahui dengan alat berikut:
1.    Sedikit banyaknya peristiwa sejenis yang dianalogikan.  Semakin besar peristiwa sejenis yang dianalogikan, semakin besar pula taraf keterpercayaannya. 
Contoh:
Apabila pada suatu ketika saya mengirimkan baju saya pada seorang tukang penatu dan ternyata hasilnya tidak memuaskan, maka atas dasar analogi, saya bisa menyarangkan kepada kawan saya untuk tidak mengirimkan pakaian kepada tukang penatu tadi. Analogi saya menjadi lebih kuat setelah B kawan saya juga mendapat hasil yang menjengkelkan atas bajunya yang dikirim ke tukang penatu yang sama. Analogi menjadi lebih kuat lagi setelah C, D, E, F dan G juga mengalami hal serupa.
2.    Sedikit banyaknya aspek-aspek yang menjadi dasar analogi. 
Ambillah contoh yang telah kita sebut, yaitu tentang sepatu yang telah kita beli pada sebuah toko.  Bahwa sepatu yang baru saja kita beli tentu akan awet dan enak dipakai karena sepatu yang dulu dibeli di toko ini juga awet dan enak dipakai. Analogi ini menjadi lebih kuat lagi misalnya diperhitungkan diperhitungkan juga persamaan harganya, mereknya, dan bahanya.
3.    Sifat dari analogi yang kita buat.
Contoh:
Apabila kita mempunyai mobil dan satu liter bahan bakarnya dapat menempuh 10 km, kemudian kita menyimpulkan bahwa mobil B yang sama denga mobil kita akan bisa menempuh jarak 10 km tiap satu liternya, maka analogi demikian cukup kuat.  Analogi ini akan lebih kuat jika kita mengatakan bahwa mobil B akan dapat menempuh 8 km setiap liter bahan bakarnya, dan menjadi lemah jika kita mengatakan bahwa mobil B akan dapat menempuh 15 km setiap liter bahan bakarnya. Jadi semakin rendah taksiran yang kita analogikan semakin kuat analogi itu.
4.    Mempertimbangkan ada tidaknya unsur-unsur yang berbeda pada peristiwa yang dianalogikan.  Semakin banyak pertimbangan atas unsur-unsur yang berbeda semakin kuat keterpercayaan analoginya.
Contoh:
Konklusi yang kita ambil bahwa Zaini pendatang baru di Universitas X akan menjadi sarjana yang ulung karena beberapa tamatan dari universitas tersebut juga merupakan sarjana ulung. Analogi ini menjadi lebih kuat jika kita mempertimbangkan juga perbedaan yang ada pada para lulusan sebelumnya. A, B, C, D, dan E yang mempunyai latar belakang yang berbeda dalam ekonomi, pendidikan SLTA, daerah, agama, pekerjaan orang tua toh kesemuanya adalah sarjana yang ulung.
5.    Relevan dan tidaknya masalah yang dianalogikan.  Bila tidak relevan sudah barang tentu analoginya tidak kuat dan bahkan bisa gagal. 
Contoh:
Bila kita menyimpulkan bahwa mobil yang baru kita beli setiap liter bahan bakarnya akan menepuh 15 km berdasarkan analogi mobil B yang sama modelnya serta sejumlah jendela dan tahun produksinya sama dengan mobil yang kita beli ternyata dapat menempuh 15 kmsetiap liter bahan bakarnya, maka analogi serupa analogi yang tidak relevan. Seharusnya untuk menyimpulkan demikian harus didasarkan atas unsur-unsur yang relevan yaitu banyaknya silinder, kekuatan daya tariknya serta berat dari bodinya.
Analogi yang relevan biasanya terdapat pada peristiwa yang mempunyai hubungan kausal. Meskipun hanya mendasarkan pada satu atau dua persamaan, analogi cukup terpercaya kebenaranya.
Contoh:
          Kita mengetahui bahwa sambungan rel kereta api dibuat tidak rapat untuk menjaga kemungkinan mengembangnya bila kena panas, rel tetap pada posisinya, maka kita akan mendapat kemantapan yang kuat bahwa rangka rumah yang kita buat dari besi juga akan terlepas dari bahaya melengkung bila kena panas, karena kita telah menyuruhtukang untuk memberikan jarak pada tiapsambungannya. Di sini kita hanya mendasarkan pada satu hubungan kausal bahwa karena besi memuai bila kena panas, maka jarak yang dibuat antara dua sambungan besi akan menghindarkan bangunan dari bahaya melengkung. Namun begitu analogi yang bersifat kausal memberikan keterpercayaan yang kokoh.

4. ANALOGI YANG PINCANG
Meskipun analogi merupakan corak penalaran yang populer, namun tidak semua penalaran analogi merupakan penalaran induktif yang benar. Ada masalah yang tidak memenuhi syarat atau tidak dapat diterima, meskipun sepintas sulit bagi kita menunjukkan kekeliruannya. Kekeliruan ini terjadi karena membuat persamaan yang tidak tepat.
1.    Kekeliruan pertama adalah kekeliruan pada analogi induktif
Contoh 1:
Saya heran mengapa orang takut berpergian dengan pesawat terbang karena sering terjadi
kecelakaan pesawat terbang dan tidak sedikit meminta korban. Bila demikian sebaiknya orang jangan tidur di tempat tidur karena hampir semua manusia menemui ajalnya di tempat tidur.
Di sini naik pesawat terbang ditakuti karena sering menimbulkan petaka yang menyebabkan maut. Sedangkan orang tidak takut tidur di tempat tidur karena jarang sekali atau boleh dikatakan tidak pernah ada orang menemui ajalnya karena kecelakaan tempat tidur. Orang meninggal di tempat tidur bukan disebabkan kecelakaan tempat tidur tetapi karena penyakit yang diidapnya. Jadi di sini orang menyamakan dua hal yang sebenarnya berbeda.
Contoh 2:
Antara kita dengan binatang mempunyai persamaan-persamaan yang sangat dekat.
Binatang bernafas, kita juga bernafas, binatang merasa kita juga merasa, binatang tidur
dan istirahat kita juga tidur dan istirahat. Jadi dalam keseluruhan binatang adalah sama
dengan kita.
Di sini pembicara hendak menyimpulkan bahwa manusia adalah sama dengan binatang, dengan mempertimbangkan persamaan-persamaan yang ada pada keduanya, padahal yang disamakan itu bukan masalah yang pokok.
2.    Kekeliruan kedua adalah kekeliruan pada analogi deklarafit
Contoh:
Negara kita sudah sangat banyak berutang. Dengan Pembangunan Lima Tahun kita harus menumpuk utang terus-menerus dari tahun ke tahun. Pembangunan Lima Tahun ini memaksa rakyat dan bangsa Indonesia seperti naik perahu yang sarat yang semakin tahun semakin sarat (dengan utang) dan akhirnya tenggelam. Saudara-saudara, kita tidak ingin
tenggelam dan mati bukan? Karena itu kita lebih baik tidak naik kapal sarat itu. Kita tidak perlu melaksanakan Pembangunan Lima Tahun. 
Di sini seseorang tidak setuju dengan Pembangunan Lima Tahun yang sedang dilaksanakan dengan analogi yang pincang. Memang negara kita perlu melakukan pinjaman untuk membangun. Pinjaman itu digunakan seproduktif mungkin sehingga dapat meningkatkan devisa negara. Dengan demikian penghasilan perkepala akan meningkat dibanding sebelumnya, demikian seterusnya dari tahun ke tahun sehingga peningkatan kesejahteraan rakyat akan tercapai. Pembicara di sini hanya menekankan segi utangnya saja, tidak memperhitungkan segi-segi positif dari kebijaksanaan menempuh pinjaman.
Sebuah analogi yang pincang dapat pula ditemui dalam pernyataan
berikut ini:
Orang yang sedang belajar itu tidak ubahnya seorang mengayuh biduk ke pantai.
Semakin ringan muatan yang ada dalam biduk semakin cepat ia akan sampai ke pantai. 
Diperlakukannya SPP itu tidak ubahnya memberikan muatan pada biduk yang sedang 
dikayuh, jadi memperlambat jalan biduk menuju pantai. Agar tujuan orang yang belajar
lekas sampai maka seharusnya kewajiban membayar SPP dihapus.
Analogi ini pincang karena hanya memperhatikan beban yang harus dibayar oleh setiap pelajar, tidak memperhitungkan manfaat kewajiban membayar SPP secara keseluruhan.
Analogi pincang model kedua ini amat banyak digunakan dalam perdebatan maupun dalam propaganda untuk menjatuhkan pendapat lawan maupun mempertahankan kepentingan sendiri. Karena sifatnya seperti benar analogi ini sangat efektif pengaruhnya terhadap pendengar.

DAFTAR PUSTAKA  
Mundiri. 2012. Logika. Bandung : PT RajaGrapindo Persada.



 












Tidak ada komentar:

Posting Komentar