1. PENGERTIAN ANALOGI
Analogi
dalam bahasa Indonesia ialah “kias” (arab:qasa:mengukur, membandingkan).
Berbicara tentang analogi adalah
berbicara tentang dua hal yang berlainan, yang satu dengan yang lain. Dalam
mengadakan perbandingan orang mencari kesamaan dan perbedaan di antara hal-hal
yang diperbandingkan.
Contoh:
Kalau lembu dibandingkan dengan
kerbau, maka kedua-duanya adalah binatang, akan tetapi yang satu berbeda dengan
yang lain mengenai besarnya, warnanya, dan sebagainya. Kalau dalam perbandingan
itu orang hanya memperhatikan persamaannya saja, tanpa melihat perbedaannya
maka timbullah analogi, persamaan dua hal yang berbeda.
Mundiri
mengatakan analogi kadang-kadang disebut juga analogi induktif yaitu proses
penalaran dari satu fenomena menuju fenomena lain yang sejenis kemudian
disimpulkan bahwa apa yang terjadi pada fenomena yang pertama akan terjadi juga
pada fenomena yang lain; demikian pengertian analogi jika kita hendak
memformulasikan dalam satuan batas.Dengan demikian dalam setiap tindakan
penyimpulan analogik terdapat tiga unsur yaitu: peristiwa pokok yang menjadi
dasar analogi, persamaan prinsipal yang menjadi pengikat, dan fenomena yang
hendak kita analogikan.
Contoh:
Jika
kita membeli sepasang sepatu (peristiwa) dan kita berkeyakinan bahwa sepatu itu
akan enak dan awet dipakai (fenomena yang dianalogikan), karena sepatu yang
dulu dibeli di toko yang sama (persamaan prinsip) awet dan enak dipakai maka
penyimpulan serupa adalah penalaran analogi. Begitu pula jika kita berkeyakinan bahwa buku yang baru
saja kita beli adalah buku yang menarik karena kita pernah membeli buku dari
pengarang yang sama yang ternyata menarik.
Contoh lain dari
penyimpulan analogi adalah:
Kita
mengetahui betapa kemiripan yang terdapat
antara bumi yang kita tempati ini dengan planet-planet lain, seperti
Saturnus, Mars, Yupiter, Venus, dan Mercurius. Planet-planet ini kesemuanya
mengelilingi matahari sebagaimana bumi, meskipun dalam jarak dan waktu yang
berbeda, semuanya meminjam sinar matahari, sebagaimana bumi. Planet-planet itu
berputar pada porosnya sebagaimana bumi, sehingga padanya juga berlaku
pergantian siang dan malam.
Sebagiannya mempunyai bulan yang memberikan sinar manakala matahari tidak
muncul dan bulan-bulan ini meminjam sinar matahari sebagaimana bulan pada bumi.
Mereka semua sama,merupakan subyek dari hukum gravitasi sebagaimana bumi. Atas
dasar persamaan yang sangat dekat antara bumi dengan planet-planet tersebut
maka kita tidak salah menyimpulkan bahwa kemungkinan besar planet-planet tersebut
dihuni oleh berbagai jenis makhluk hidup.
2. MACAM-MACAM ANALOGI
Disini
analogi dibagi menjadi dua macam yaitu analogi induktif dan analogi deklaratif.
1. Analogi
Induktif
Analogi
Induktif adalah analogi yang disusun berdasarkan persamaan prinsipal yang ada
pada dua fenomena, kemudian ditarik kesimpulan bahwa apa yang ada pada fenomena
pertama terjadi juga pada fenomena kedua. Bentuk argumen ini sebagaimana
generalisasi tidak pernah menghasilkan kebenaran mutlak.
Contoh:
Tina adalah seorang tamatan fakultas
ekonomi oxford university, ia telah memberikan prestasi yang luar biasa pada
perusahaan tempat ia bekerja dengan cara mengajukan usulan mengenai pemecahan
kesulitan yang di hadapi perusahaannya. Pada waktu penerimaan pegawai baru,
direktur perusahaan langsung menerima Rina karena Rina tamatan yang sama dengan
Tina, maka pasti ia akan memiliki kecerdasan dan kualitas yang lebih atau
sekurang-kurangnya sama dengan Tina.
Pada
dasarnya analogi induktif adalah suatu cara menyimpulkan yang menolong kita
memanfaatkan pengalaman, kita berangkat dari suatu barang yang khusus, yang
kita ketahui, menuju barang yang serupa dalam hal pokok. Tetapi juga terdapat
kekeliruan besar, yakni dalam memperbandingkan bisa jadi tidak memperhatikan
adanya beberapa perbedaan yang penting, sehingga dalam praktek hasilnya berbeda
dengan hasil yang dicapai melalui proses pemikiran tersebut. Guna menguji sah
tidaknya persamaan dan kesimpulan semacam itu, pertama-tama harus kita
singkirkan hal-hal sekadar bersifat menjelaskan dan memilih hal-hal yang memang
merupakan dasar pemikiran. Bilamana yang terdapat hanya persamaan yang dangkal
atau sekedar persamaan kebetulan yang terdapat di antara keduanya, dan apabila perbandingan mereka sekedar untuk
maksud menjelaskan maka kita tidak dapat membuat suatu kesimpulan.
2. Analogi
Deklaratif
Analogi
disamping fungsi utamanya sebagai cara berargumentasi, sering dipakai dalam bentuk
non-argumen, yaitu sebagai penjelas. Analogi ini disebut analogi deklaratif atau analogi penjelas.
Analogi
Deklaratif merupakan metode untuk menjelaskan atau menegaskan sesuatu yang belum
dikenal atau masih samar, dengan sesuatu yang sudah dikenal.
Sejak zaman dahulu analog deklaratif merupakan cara yang amat bermanfaat untuk
menjelaskan masalah yang hendak diterangkan. Para penulis dapat dengan tepat mengemukakan
isi hatinya dalam menekankan pengertian sesuatu.
Contoh 1:
Ilmu pengetahuan itu dibangun oleh
fakta-fakta sebagaimana rumah itu dibangun oleh batu-batu. Tetapi tidak semua
kumpulan pengetahuan itu ilmu, sebagaimana tidak semua tumpukan batu adalah
rumah.
Otak itu menciptakan pikiran
sebagaimana buah ginjal mengeluarkan air seni.
Di sini orang
hendak menjelaskan struktur ilmu yang masih asing bagi pendengar dengan
struktur rumah yang sudah begitu dikenal. Begitu pula penjelasan tentang
hubungan antara pikiran dan otak yang masih samar dijelaskan dengan hubungan
antara buah ginjal dengan air seni.
Contoh 2:
Para pejuang
wanita memutuskan untuk menguji apakah undang-undang perkawinan itu
menguntungkan kedudukan wanita. Ternyata semakin jelas bahwa undang-undang perkawinan
itu tidak ubahnya undang-undang perbudakan yang dikatakan sebagai pelindung
hak-hak orang-orang hitam; padahal kata ‘pelindung hak’ tidak ubahnya adalah
penindasan terselubung.
Di
sini penulis hendak menegaskan bahwa undang-undang perkawinan merupakan
penindasan terselubung, sebagaimana undang-undang perbudakan. Orang masih samar
bahwa undang-undang perkawinan itu sebenarnya merupakan penindasan. Untuk itu
para pejuang wanita (di negara Barat) menegaskan bahwa undang-undang perkawinan
itu sama liciknya dengan
undang-undang perbudakan yang telah diketahui secara luas bahwa hal itu
merupakan penindasan terselubung.
Sebagaimana
generalisasi, keterpercayaannya tergantung kepada terpenuhi tidaknya alat-alat
ukur yang telah kita ketahui, maka demikian pula analogi. Untuk menukur darajat keterpercayaan sebuah
analogi dapat diketahui dengan alat berikut:
1. Sedikit
banyaknya peristiwa sejenis yang dianalogikan.
Semakin besar peristiwa sejenis yang dianalogikan, semakin besar pula
taraf keterpercayaannya.
Contoh:
Apabila pada suatu ketika saya mengirimkan baju saya
pada seorang tukang penatu dan ternyata hasilnya tidak memuaskan, maka atas
dasar analogi, saya bisa menyarangkan kepada kawan saya untuk tidak mengirimkan
pakaian kepada tukang penatu tadi. Analogi saya menjadi lebih kuat setelah B
kawan saya juga mendapat hasil yang menjengkelkan atas bajunya yang dikirim ke
tukang penatu yang sama. Analogi menjadi lebih kuat lagi setelah C, D, E, F dan
G juga mengalami hal serupa.
2. Sedikit
banyaknya aspek-aspek yang menjadi dasar analogi.
Ambillah contoh yang telah kita sebut, yaitu tentang
sepatu yang telah kita beli pada sebuah toko.
Bahwa sepatu yang baru saja kita beli tentu akan awet dan enak dipakai
karena sepatu yang dulu dibeli di toko ini juga awet dan enak dipakai. Analogi
ini menjadi lebih kuat lagi misalnya diperhitungkan diperhitungkan juga
persamaan harganya, mereknya, dan bahanya.
3. Sifat
dari analogi yang kita buat.
Contoh:
Apabila kita mempunyai mobil dan satu liter bahan
bakarnya dapat menempuh 10 km, kemudian kita menyimpulkan bahwa mobil B yang
sama denga mobil kita akan bisa menempuh jarak 10 km tiap satu liternya, maka
analogi demikian cukup kuat. Analogi ini
akan lebih kuat jika kita mengatakan bahwa mobil B akan dapat menempuh 8 km
setiap liter bahan bakarnya, dan menjadi lemah jika kita mengatakan bahwa mobil
B akan dapat menempuh 15 km setiap liter bahan bakarnya. Jadi semakin rendah
taksiran yang kita analogikan semakin kuat analogi itu.
4. Mempertimbangkan
ada tidaknya unsur-unsur yang berbeda pada peristiwa yang dianalogikan. Semakin banyak pertimbangan atas unsur-unsur
yang berbeda semakin kuat keterpercayaan analoginya.
Contoh:
Konklusi yang kita ambil bahwa Zaini pendatang baru di
Universitas X akan menjadi sarjana yang ulung karena beberapa tamatan dari
universitas tersebut juga merupakan sarjana ulung. Analogi ini menjadi lebih
kuat jika kita mempertimbangkan juga perbedaan yang ada pada para lulusan
sebelumnya. A, B, C, D, dan E yang mempunyai latar belakang yang berbeda dalam
ekonomi, pendidikan SLTA, daerah, agama, pekerjaan orang tua toh kesemuanya adalah
sarjana yang ulung.
5. Relevan
dan tidaknya masalah yang dianalogikan.
Bila tidak relevan sudah barang tentu analoginya tidak kuat dan bahkan
bisa gagal.
Contoh:
Bila kita menyimpulkan bahwa mobil yang baru kita
beli setiap liter bahan bakarnya akan menepuh 15 km berdasarkan analogi mobil B
yang sama modelnya serta sejumlah jendela dan tahun produksinya sama dengan
mobil yang kita beli ternyata dapat menempuh 15 kmsetiap liter bahan bakarnya,
maka analogi serupa analogi yang tidak relevan. Seharusnya untuk menyimpulkan demikian
harus didasarkan atas unsur-unsur yang relevan yaitu banyaknya silinder,
kekuatan daya tariknya serta berat dari bodinya.
Analogi yang relevan
biasanya terdapat pada peristiwa yang mempunyai hubungan kausal. Meskipun hanya
mendasarkan pada satu atau dua persamaan, analogi cukup terpercaya kebenaranya.
Contoh:
Kita mengetahui bahwa sambungan rel
kereta api dibuat tidak rapat untuk menjaga kemungkinan mengembangnya bila kena
panas, rel tetap pada posisinya, maka kita akan mendapat kemantapan yang kuat
bahwa rangka rumah yang kita buat dari besi juga akan terlepas dari bahaya melengkung
bila kena panas, karena kita telah menyuruhtukang untuk memberikan jarak pada tiapsambungannya.
Di sini kita hanya mendasarkan pada satu hubungan kausal bahwa karena besi
memuai bila kena panas, maka jarak yang dibuat antara dua sambungan besi akan menghindarkan
bangunan dari bahaya melengkung. Namun begitu analogi yang bersifat kausal memberikan
keterpercayaan yang kokoh.
4.
ANALOGI YANG PINCANG
Meskipun analogi
merupakan corak penalaran yang populer, namun tidak semua penalaran analogi
merupakan penalaran induktif yang benar. Ada masalah yang tidak memenuhi syarat
atau tidak dapat diterima, meskipun sepintas sulit bagi kita menunjukkan
kekeliruannya. Kekeliruan ini terjadi karena membuat persamaan yang tidak
tepat.
1. Kekeliruan
pertama adalah kekeliruan pada analogi induktif
Contoh 1:
Saya heran mengapa orang takut
berpergian dengan pesawat terbang karena sering terjadi
kecelakaan pesawat
terbang dan tidak sedikit meminta korban. Bila demikian sebaiknya orang jangan
tidur di tempat tidur karena hampir semua manusia menemui ajalnya di tempat
tidur.
Di
sini naik pesawat terbang ditakuti karena sering menimbulkan petaka yang
menyebabkan maut. Sedangkan orang tidak takut tidur di tempat tidur karena
jarang sekali atau boleh dikatakan tidak pernah ada orang menemui ajalnya
karena kecelakaan tempat tidur. Orang meninggal di tempat tidur bukan
disebabkan kecelakaan tempat tidur tetapi karena penyakit yang diidapnya. Jadi
di sini orang menyamakan dua hal yang sebenarnya berbeda.
Contoh
2:
Antara
kita dengan binatang mempunyai persamaan-persamaan yang sangat dekat.
Binatang
bernafas, kita juga bernafas, binatang merasa kita juga merasa, binatang tidur
dan
istirahat kita juga tidur dan istirahat. Jadi dalam keseluruhan binatang adalah
sama
dengan
kita.
Di sini
pembicara hendak menyimpulkan bahwa manusia adalah sama dengan binatang, dengan
mempertimbangkan persamaan-persamaan yang ada pada keduanya, padahal yang
disamakan itu bukan masalah yang pokok.
2. Kekeliruan
kedua adalah kekeliruan pada analogi deklarafit
Contoh:
Negara kita sudah sangat banyak
berutang. Dengan Pembangunan Lima Tahun kita harus menumpuk utang terus-menerus
dari tahun ke tahun. Pembangunan Lima Tahun ini memaksa rakyat dan bangsa
Indonesia seperti naik perahu yang sarat yang semakin tahun semakin sarat
(dengan utang) dan akhirnya tenggelam. Saudara-saudara, kita tidak ingin
tenggelam dan mati bukan? Karena
itu kita lebih baik tidak naik kapal sarat itu. Kita tidak perlu melaksanakan
Pembangunan Lima Tahun.
Di
sini seseorang tidak setuju dengan Pembangunan Lima Tahun yang sedang dilaksanakan
dengan analogi yang pincang. Memang negara kita perlu melakukan pinjaman untuk
membangun. Pinjaman itu digunakan seproduktif mungkin sehingga dapat
meningkatkan devisa negara. Dengan demikian penghasilan perkepala akan
meningkat dibanding sebelumnya, demikian seterusnya dari tahun ke tahun
sehingga peningkatan kesejahteraan rakyat akan tercapai. Pembicara di sini
hanya menekankan segi utangnya saja, tidak memperhitungkan segi-segi positif
dari kebijaksanaan menempuh pinjaman.
Sebuah
analogi yang pincang dapat pula ditemui dalam pernyataan
berikut
ini:
Orang yang sedang belajar itu tidak ubahnya seorang
mengayuh biduk ke pantai.
Semakin ringan muatan yang ada dalam biduk semakin
cepat ia akan sampai ke pantai.
Diperlakukannya SPP itu tidak ubahnya memberikan
muatan pada biduk yang sedang
dikayuh, jadi memperlambat jalan biduk menuju
pantai. Agar tujuan orang yang belajar
lekas sampai maka seharusnya kewajiban membayar SPP
dihapus.
Analogi ini pincang karena hanya memperhatikan beban
yang harus dibayar oleh setiap pelajar, tidak memperhitungkan manfaat kewajiban
membayar SPP secara keseluruhan.
Analogi pincang model kedua ini amat banyak
digunakan dalam perdebatan maupun dalam propaganda untuk menjatuhkan pendapat
lawan maupun mempertahankan kepentingan sendiri. Karena sifatnya seperti benar
analogi ini sangat efektif pengaruhnya terhadap pendengar.
DAFTAR PUSTAKA
Mundiri. 2012. Logika. Bandung : PT RajaGrapindo
Persada.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar